Selasa, 25 Februari 2014

Enam Pasang Sepatu Kepada Satu Langkah Impian Yang Terjegal

 Aku masih ingat aku memiliki tiga pasang sepatu kets dan dua pasang sepatu flat seperti sepatu balet dan satu high heels. Enam pasang Sepatu yang menemaniku selama tiga bulan meretas takdir dan bertaruh waktu. Tiga bulan yang penuh semangat dan berakhir dengan kekalahan yang luar biasa sakitnya. Wamena... kota kenangan yang tak akan pernah terlupakan juga sosok-sosok kawan yang akan terus terkenang. Saat itu ku pikir tak ada yang salah jika aku ingin meraih cita-cita ku lagi di bangku kuliah itu. Aku percaya dengan kemampuanku, aku pasti akan mneyelesaikannya dengan baik. Sepatu-sepatu itu menjadi kawan di langkah-langkahku menuju impianku. Aku masih ingat motif kotak dari sepatu kets ku, warna hijau, biru, dan coklat, dua sepatu baletku masing-masing berwarna coklat tua dan hitam serta high hels yang hitam licin mengkilat. Disuatu waktu aku pernah mengalami kejadian yang membuat wajahku merah padam menahan malu. Aku terburu-buru berangkat ke kampus, sambil berjalan bergegas menyusuri selasar ruangan dan menaiki tangga aku merasa ada yang aneh dengan sepatu yang aku pakai. Hingga satu mata pelajaran usai baru lah aku menyibak rok hitam panjangku, daaan.... teman sebangku tertawa cekikikan melihat betapa manisnya pasangan sepatuku ini, kanan coklat kiri hitam. 
          Langkahku akhirnya terjegal di bulan ketiga, saat aku senang-senangnya belajar dengan kawan-kawanku, layaknya mahasiswa baru. Apalagi di ruangan kami jumlah mahasiswa pendidikan bahasa inggris kala itu hanya 25 orang. Jadi kami saling dekat, akrab, dan saling bantu membantu dalam belajar. Aku sangat bersemangat mencari buku-buku penunjang yang dapat kami pakai bersama, gugling internet agar bisa ku print dan ku pinjamkan ke teman-teman. Sungguh mereka sangat baik padaku dan senyum serta keramahan mereka tulus bagi pendatang sepertiku. Aku harus berhenti kuliah, dan itu adalah kenyataan pahit setelah satu dekade aku memimpikannya. Impianku kandas untuk menyelesaikan pendidikan S1 Bahasa Inggris dan mimpi untuk mengabdi pada anak-anak Wamena. Aku harus pulang Ke Tana Luwu dan memulai asa baru dari nol yang jauh dari impianku sebelumnya. Namun aku tak akan menyesalinya, hal ini cukup memberiku pelajaran dan kenangan. Mungkin memang bukan takdirku tuk berada di jalur itu, Mungkin ada rencana lain yang sedang menantiku.
         Nasib enam pasang sepatu itu ku serahkan kepada kawan-kawanku untuk kenang-kenangan, juga buku-buku yang aku miliki aku berikan kepada mereka yaaah seperti tongkat estafet dengan pesan "jangan pernah menyerah kawan, apa pun yang terjadi teruskan perjuangan kalian, wamena menunggu kalian untuk mendidik anak-anak masa depan,tetap lah semangat di tengah keterbatasan,dan berdoalah agar Tuhan memberi kemudahan !" aaahhh.... sungguh aku menjadi sangat rindu dengan mereka saat ini,pastinya mereka tidak lama lagi akan menyelesaikan studi dan menjadi tenaga pengajar di sana. wamena... terima kasih atas kenangan enam pasang sepatu, dinginnya kabut lembah, pinus yang indah dan senyum ramah persahabatanmu...

Selasa, 11 Februari 2014

From Mariana Janis: DESPERATE HOUSEWIFE

From Mariana Janis: DESPERATE HOUSEWIFE:           Judul di atas memang sama dengan serial tivi barat yang dibintangi aktris Hollywood terkenal, tapi saya tidak akan membahas soal...

DESPERATE HOUSEWIFE

          Judul di atas memang sama dengan serial tivi barat yang dibintangi aktris Hollywood terkenal, tapi saya tidak akan membahas soal serial itu tapi serial nyata dalam kehidupan yang mungkin saja saya, teman-teman saya di dunia nyata dan atau beberapa dari kita pernah mengalaminya. Hal ini juga terbersit karena hasil blogwalking dari blognya bunda Fiqhtiya yang membahas peranan wanita.
          Mengapa harus istri yang putus asa ? Bukan hanya saya saja yang terkadang mengeluhkan betapa lelahnya menjadi ibu rumah tangga ditambah sikon yang “luar biasa” bagi wanita seperti saya. No husband tapi belum divorced juga. Ok mungkin contoh dari saya terlalu kompleks, saya akan mengambil contoh dari seorang kawan baik saya di dunia nyata. Dia wanita yang baik hati, enak diajak bergaul, ngobrol,pengetahuannya juga luas namun ia selalu merasa menjadi deperate housewife. Lelah dengan peran istri yang ia jalani, mungkin karena ia tipe perfecsionis dalam hal mengurus rumah, tidak akan berhenti sebelum rumah benar-benar bersih dari teras hingga dapur. Hal ini bertolak belakang dengan suaminya yang tidak teratur, handuk, baju kaos atau barang-barang miliknya bisa saja tergeletak dimana-mana.
          The question is ? katanya agama kita menghormati perempuan kok kayak pembokat gini ? she said. Maklum karena pengetahuan agamaku yang juga masih dangkal, aku cuma bisa memberikan sedikit gambaran jika apa yang kita kerjakan di rumah keseharian itu adalah ladang amal kita, berbuah pahala yang mengisi bekal kita di sana nanti. Dia masih mendebatnya, menurutnya tidak adil, oke itu adalah amal kebajikan kita katanya tapi sebagai manusia biasa kita bisa merasa lelah, laki-laki enak, cari duit di luar hanya separuh hari perempuan bertugas itu dua puluh empat jam ! (nb : temanku ini juga seorang pns, dari tempat asalnya ia seorang bendahara yang memiliki jam kerja padat namun setelah pindah ke kota ini ikut suami ia memilih bekerja di kantor yang jam kerjanya tidak terlalu padat agar ia bisa menghandle urusan anak-anak dan rumah dengan baik). Jika saja tak ada landasan agama dan tak mau mencari jawaban dalam agama mungkin saja saya dan dia ikut arus dalam feminisme.
          Semua sifat dan pemahaman manusia memang tidak sama, bisa jadi di luar sana masih ada laki-laki yang baik kepada istrinya. Tak segan membantu pekerjaan rumah tangga, berbagi tugas, berdiskusi jika terjadi sesuatu dan menjadi sahabat yang baik bagi istrinya. Adakah ? mungkin...
Saya dan teman saya mungkin sebagian kecil wanita-wanita yang desperated dengan keadaan rumah tangga kami hingga kadang berpikir lebih baik menjadi single dari pada berpartner namun sama sekali tidak bisa menjadi penyeimbang hidup. Tanpa pria hidup jadi tidak merepotkan, kami bisa cari nafkah sendiri, bisa membesarkan anak sendiri, dan tak merasa hanya menjadi cleaning servis, loundry,babby sitter, dan penghibur di atas ranjang. Toh anak-anak masih bisa berkomunikasi dengan ayah mereka, jika alasan bahwa anak-anak masih membutuhkan ayah mereka.
          Pemikiran kami ini mungkin saja berbeda dengan perempuan-perempuan yang paham dengan agama, menerima segala kondisi rumah tangga dengan sabar dan lapang dada, berkeyakinan kuat jika segala amal kebajikan istri akan mendapat ganjaran baik pula. Kami hanya istri-istri yang putus asa dan kelelahan karena merasa diabaikan dan kesepian. Intinya kami berumah tangga ingin hidup bahagia, menjadikan suami teman yang baik seumur hidup dan tidak selalu diingatkan dengan kewajiban istri,dosa istri, istri durhaka, istri yang masuk neraka. Kami juga tahu apa yang baik dan tidak baik, namun apakah suami tidak berdosa pula ? tidak durhaka dan tidak masuk neraka ?
          Saya menuliskan ini karena ingin mengeluarkan uneg-uneg saya saja, tadinya saya pikir hanya saya saja yang menjalani kehidupan desperate housewife, tenyata ada juga perempuan-perempuan lain yang mungkin masalahnya bisa lebih besar lagi dari saya. Namun saya dan teman saya tetap berpikir postif bahwa Allah SWT tidak pernah membuat posisi istri itu terpuruk, ini adalah ujian dimana kami ditantang untuk memilih bagaimana kami menyikapi dan menjalaninya. Mungkin masih butuh waktu bagi kami menjawab bagaimana kami akan mengakhiri rasa deseperate ini.

     

Selasa, 04 Februari 2014

I M H O


                                     Sesuatu Yang Pantas Atau Tidak Untuk Kita Dapatkan

Sebagai manusia tentunya terkadang kepala kita dipenuhi oleh segala keinginan kita untuk hal-hal yang manusiawi seperti materi. Terlebih sebagai kaum hawa banyak sekali keinginan kita terhadap barang-barang yang memang sangat memanjakan mata atau tubuh kita. Lalu apa semua hal itu wajib dipenuhi ? bagi saya pribadi dan tentunya telah diajarkan oleh pengalaman hidup yang hampir tiga puluh tahun, tidak semua hal bisa kita dapatkan sesuai dengan keinginan kita. Sebagian dari kita tidak terlahir sebagai princess keluarga berada yang dengan mudahnya mendapatkan apa yang kita inginkan. Kita tidak bisa memilih dari keluarga mana kita terlahir, dan adalah takdir bagi kita untuk menjalani hidup yang telah diberikan oleh Allah SWT. Namun kata orang bijak bahwa nasib bisa diubah sesuai dengan kerja keras kita.
Jangan mengharap terlalu banyak agar kita tidak kecewa terlalu dalam jika ada hal yang kita inginkan tidak terwujud. Belajar dari banyak hal yang telah terjadi dalam hidup saya, saya pun mulai mengkontrol semua emosi yang ada dalam diri saya. Ada beberapa orang yang pernah saya temui dan pernah mendengar mereka mengatakan bahwa jika mereka ingin sesuatu mereka harus mendapatkannya, sepintas saya merasa itu adalah semangat yang luar biasa, namun jika dilihat dari apa yang mereka maksud untuk harus mereka dapatkan saya hanya tersenyum geli. Apa harus seperti itu ? bahkan hanya untuk hal-hal sepele seperti ingin memakan jajanan favorit yang kebetulan sedang susah untuk didapatkan sehingga memaksa pasangan mereka mencari dengan susah payah. Atau sepasang sepatu yang saat itu sepintas lalu terlihat cantik dan timbul niat untuk memiliknya dengan cara apa pun, terkesan egois bukan ? ketika pasangan kita sedang dalam keadaan lapang, dompet yang tengah gemuk, serta waktu yang tidak terlalu terdesak pekerjaan dengan wajah manis kata merayu manja penuh cinta menggoda tentu pasangan kita akan tergerak untuk mengabulkan keinginan kita. Namun saat pasangan kita dalam keadaan yang benar-benar tidak bisa berbuat banyak, dan kita memaksakannya bagi pasangan yang temperamental pasti akan terjadi babad rumah tangga dan bagi pasangan yang tidak suka keributan akan memakan hatinya pelan-pelan dengan sangat menyakitkan. Apa tulisan saya terlalu lebay ? saya pikir tidak karena hal-hal seperti ini sering terjadi di depan mata saya sendiri dengan para pelakunya tak jauh dari lingkungan kehidupan saya.
Saya masih ingat kata seorang ulama di televisi, penuhi kebutuhan kita bukan keinginan kita karena apa yang kita inginkan tak akan pernah ada habisnya atau puasnya. Ini selalu menjadi patokan bagi dompet saya meski sebagai kaum hawa tentunya saya juga beberapa kali tergoda dengan hal yang disebut dengan “keinginan”. Karena bagi saya ada hal yang pantas buat saya usahakan untuk saya miliki dan ada yang tidak pantas buat saya. Dan uang juga tidak semudah itu saya petik di ladang atau saya sekop dari halaman kecil di depan rumah kontrakan saya. Disamping itu saya juga bukan perempuan yang dengan mudahnya meminta barang-barang “keinginan” dari pasangan saya. Dari sinilah saya berusaha mengerem keegoisan saya, keinginan saya dan emosi saya agar kembali kepada rumus kebutuhan dan keinginan serta jangan mengharap terlalu banyak agar tidak kecewa terlalu sakit.

Lalu apa inti dari tulisan saya ini ? saya hanya sedang merasa miris melihat beberapa orang dalam kehidupan saya yang selalu mengatakan ingin memiliki atau melakukan sesuatu hal yang harus,wajib ia miliki atau ia lakukan tanpa mempertimbangkan kondisi dan perasaan pasangannya. Pertengkaran tak dapat dihindari, tentunya penyesalan akan berbuntut panjang di belakang. Bagi pasangan yang sudah mengerti kondisi keadaan pasangannya yang memiliki kemauan sekeras baja dan kata-kata setajam silet ia akan berusaha dengan lapang dada menerimanya pun kata maaf yang dilontarkan si hawa ini setelah melayangkan tangan dan kata-kata tak pantas. Pasangan yang lainnya memilih menghindar meninggalkan sementara si hawa agar si hawa tenang dan dingin dulu. Saya hanya merasa oohh.... come on ladies.... haruskah sampai menangis-menangis seperti anak remaja ? hanya karena sepasang sepatu, jalan-jalan bersama pasangan yang tidak terpenuhi, tas, dompet, baju, aksesoris kalian merajuk. Mengarungi kehidupan ini sudah susah ladies... tak perlu ditambahkan dengan kesusahan-kesusahan yang tidak perlu. Ada hal yang perlu dikhawatirkan, ditakutkan atau pun ditangisi ketimbang materi seperti ini. Kelanggengan kita bersama pasangan, saling menghormati dan pengertian, mendidik anak dengan benar serta berjuang bersama-sama agar keluarga kita utuh mendapat ridha Allah dan masuk surga adalah hal yang lebih penting menurut saya. Namun jika kalian tidak sependapat dengan saya yaaa abaikan saja tulisan saya ini gampang kan ? peace ladies..... J