Judul di atas memang sama dengan
serial tivi barat yang dibintangi aktris Hollywood terkenal, tapi saya tidak
akan membahas soal serial itu tapi serial nyata dalam kehidupan yang mungkin
saja saya, teman-teman saya di dunia nyata dan atau beberapa dari kita pernah
mengalaminya. Hal ini juga terbersit karena hasil blogwalking dari blognya
bunda Fiqhtiya yang membahas peranan wanita.
Mengapa harus istri yang putus asa ?
Bukan hanya saya saja yang terkadang mengeluhkan betapa lelahnya menjadi ibu
rumah tangga ditambah sikon yang “luar biasa” bagi wanita seperti saya. No husband
tapi belum divorced juga. Ok mungkin contoh dari saya terlalu kompleks, saya
akan mengambil contoh dari seorang kawan baik saya di dunia nyata. Dia wanita
yang baik hati, enak diajak bergaul, ngobrol,pengetahuannya juga luas namun ia
selalu merasa menjadi deperate housewife. Lelah dengan peran istri yang ia
jalani, mungkin karena ia tipe perfecsionis dalam hal mengurus rumah, tidak
akan berhenti sebelum rumah benar-benar bersih dari teras hingga dapur. Hal ini
bertolak belakang dengan suaminya yang tidak teratur, handuk, baju kaos atau
barang-barang miliknya bisa saja tergeletak dimana-mana.
The question is ? katanya agama kita
menghormati perempuan kok kayak pembokat gini ? she said. Maklum karena
pengetahuan agamaku yang juga masih dangkal, aku cuma bisa memberikan sedikit
gambaran jika apa yang kita kerjakan di rumah keseharian itu adalah ladang amal
kita, berbuah pahala yang mengisi bekal kita di sana nanti. Dia masih mendebatnya,
menurutnya tidak adil, oke itu adalah amal kebajikan kita katanya tapi sebagai
manusia biasa kita bisa merasa lelah, laki-laki enak, cari duit di luar hanya separuh
hari perempuan bertugas itu dua puluh empat jam ! (nb : temanku ini juga
seorang pns, dari tempat asalnya ia seorang bendahara yang memiliki jam kerja
padat namun setelah pindah ke kota ini ikut suami ia memilih bekerja di kantor
yang jam kerjanya tidak terlalu padat agar ia bisa menghandle urusan anak-anak
dan rumah dengan baik). Jika saja tak ada landasan agama dan tak mau mencari
jawaban dalam agama mungkin saja saya dan dia ikut arus dalam feminisme.
Semua sifat dan pemahaman manusia
memang tidak sama, bisa jadi di luar sana masih ada laki-laki yang baik kepada
istrinya. Tak segan membantu pekerjaan rumah tangga, berbagi tugas, berdiskusi
jika terjadi sesuatu dan menjadi sahabat yang baik bagi istrinya. Adakah ?
mungkin...
Saya dan teman saya mungkin
sebagian kecil wanita-wanita yang desperated dengan keadaan rumah tangga kami
hingga kadang berpikir lebih baik menjadi single dari pada berpartner namun sama
sekali tidak bisa menjadi penyeimbang hidup. Tanpa pria hidup jadi tidak
merepotkan, kami bisa cari nafkah sendiri, bisa membesarkan anak sendiri, dan
tak merasa hanya menjadi cleaning servis, loundry,babby sitter, dan penghibur
di atas ranjang. Toh anak-anak masih bisa berkomunikasi dengan ayah mereka,
jika alasan bahwa anak-anak masih membutuhkan ayah mereka.
Pemikiran kami ini mungkin saja
berbeda dengan perempuan-perempuan yang paham dengan agama, menerima segala
kondisi rumah tangga dengan sabar dan lapang dada, berkeyakinan kuat jika
segala amal kebajikan istri akan mendapat ganjaran baik pula. Kami hanya
istri-istri yang putus asa dan kelelahan karena merasa diabaikan dan kesepian. Intinya
kami berumah tangga ingin hidup bahagia, menjadikan suami teman yang baik
seumur hidup dan tidak selalu diingatkan dengan kewajiban istri,dosa istri,
istri durhaka, istri yang masuk neraka. Kami juga tahu apa yang baik dan tidak
baik, namun apakah suami tidak berdosa pula ? tidak durhaka dan tidak masuk
neraka ?
Saya menuliskan ini karena ingin
mengeluarkan uneg-uneg saya saja, tadinya saya pikir hanya saya saja yang
menjalani kehidupan desperate housewife, tenyata ada juga perempuan-perempuan
lain yang mungkin masalahnya bisa lebih besar lagi dari saya. Namun saya dan
teman saya tetap berpikir postif bahwa Allah SWT tidak pernah membuat posisi
istri itu terpuruk, ini adalah ujian dimana kami ditantang untuk memilih
bagaimana kami menyikapi dan menjalaninya. Mungkin masih butuh waktu bagi kami
menjawab bagaimana kami akan mengakhiri rasa deseperate ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar