Rabu, 10 Juni 2015

Meski Aku Belum Sempurna Jadi Seorang Ibu

       Kasus yang menimpa gadis kecil bernama Angeline sungguh membuat saya geram, menangis dan mengutuk perbuatan pelakunya. Banyak nettizen yang menuding jika ibu asuhnya juga turut terlibat dalam lenyapnya nyawa si cantik Angeline ini tapi hanya Allah yang tahu dan kita tunggu saja polisi bekerja mengusut tuntas kematian gadis kecil ini.
Siapa saja bisa khilaf dan kesetanan jika hati sudah gelap dan mati rasa. Bukan hanya ibu asuh dan ibu tiri yang tega menyakiti anak-anak bahkan label ibu kandung pun kerap saya temui di media dengan pemberitaannya yang mengenaaskan. Sebagai ibu dua putri saya pun akui kadang disaat emosi saya kurang stabil tanpa sadar saya memarahi mereka jika mereka membuat rumah berantakan, mereka bertengkar, tidak sholat, tidak mengaji atau tidak mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Lalu disaat badai kemarahan itu berlalu tentunya yang tertinggal adalah abu penyesalan. Menyesal karena sudah berbuat kasar kepada mereka dan meminta maaf dengan suara lirih serta doa yang basah di penghujung sholat. Saya pun mengakui background masalah yang tengah melilit saya kerap membuat saya labil, saya seorang janda dengan dua anak yang pontang panting mencari nafkah, melunasi hutang dari masa lalu rumah tangga saya yang sudah usai serta tengah jatuh bangun menyembuhkan luka batin dan memperbaiki kondisi psikologis saya. Di mata masyarakat seorang yang telah memutuskan menjadi single parent adalah seorang yang hebat dan kuat, belum tentu karena ia harus memulihkan luka masa lalu dan ia butuh dukungan orang-orang sekitar.
Selama beberapa waktu saya tidak pernah terpikir dan belum terpikir jika suatu saat nanti saya akan menjadi seorang ibu tiri atau ibu asuh. Hingga dalam waktu-waktu terakhir ini saya terbetik pikiran bagaimana jika kelak jodoh saya adalah seorang duda yang juga mempunyai anak ? Ingatan saya kembali jatuh jauh di masa saya kecil hingga dinikahkan oleh orang tua. Masa itu dimana saya besar di tangan mama dan bapak tiri saya, saya tidak perlu menjelaskan penderitaan saya ketika dalam asuhan bapak tiri cukup lah itu menjadi salah satu luka masa lalu saya juga. Saya tahu rasanya menjadi anak yang "beda" kemudian saya mengukur apakah kesakitan yang sama akan saya berikan kepada anak-anak bawaan suami saya kelak ? Semoga Allah selalu menjaga hati saya karena jawabannya tidak ! saya tidak akan melakukan hal yang sama karena saya merasakan perihnya "terbuang" di dalam rumah sendiri. Saya juga berpikir terbalik bagaimana jika putri-putri saya diperlakukan kejam karena saya tidak bisa menjaga amanah berupa anak-anak tiri saya ? na'udzubillah semoga tidak akan pernah terjadi.
Saat ini saya memang sedang terpisah dengan dua putri saya. Ada yang memandang jika keputusan saya egois sebagai seorang perempuan. Saya kali ini berusaha untuk tidak mendengarkan penghakiman negatif itu ke saya tooh saat ini saya sedang berusaha memperbaiki keadaan ekonomi saya dan memulihkan kondisi psikologis saya karena perceraian dan himpitan ekonomi keluarga saya. Anak-anak pun tidak bisa diasuh secara baik oleh seorang ibu yang sakit. Walau hati saya menolak untuk berjauhan dengan mereka tapi logika saya mengatakan untuk sementara saja perpisahan ini hingga tiba waktunya pulih dan segera mengambil alih tanggung jawab itu kembali.
Seorang wanita diberi Allah naluri untuk menjadi seorang ibu, sudah kodratnya hatinya dipenuhi oleh kasih sayang dan kelembutan. Namun terkadang jalan hidup seseorang mengubah ia menjadi lebih kejam seekor binatang. Jika bicara tentang kemungkinan-kemungkinan, yaa mungkin saja perempuan tidak berubah jadi binatang jika dekat dengan Tuhan, mungkin saja ibu-ibu yang mengalami gangguan psikologis tidak akan berakibat fatal jika keluarga terdekatnya memahami dan membantu keluar dari masalah, mungkin anak-anak tidak akan banyak menjadi korban kekerasan jika masyarakat cerdas secara emosi, spiritual dan intelijen.
Catatan ini hanya reminder bagi saya pribadi, sebagai perempuan yang pernah putus asa, perempuan yang jatuh bangun sebagai ibu yang baik, perempuan yang tetap menginginkan yang terbaik buat anak-anaknya. Semoga saya dan perempuan-perempuan yang lain diberi hidayah dan kemudahan dalam mengasuh serta mendidik anak. Siapa pun anak yang ada dalam tangan kita, baik itu anak yang terlahir dari rahim kita, anak tiri kita, atau pun anak asuh kita, kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban kita sebagai ibu yang membesarkannya. Takutlah kepada Allah... ingat lah Allah dalam setiap asuhan kita libatkan Dia agar Dia menjaga kita semua.

Buat Fira dan Caca... maafkan mama sayang karena mama belum bisa memberikan yang terbaik buat kalian. Sabarkan lah hati kalian seperti juga mama yang belajar bersabar jauh dari kalian. Mama sedang belajar Nak, mama belajar tuk lebih baik lagi, lebih siap menghadapi dunia untuk kalian, dan belajar tuk kehidupan kita yang lebih baik lagi, karena syurga itu ada Nak... neraka juga ada... dan janji Allah itu benar adanya.... mama sayang kalian mama sayang kalian my girls...

*Mbu 110615

Kamis, 09 April 2015

Hanya Pria Kere Yang Mengatakan Cewek Matre !

Easy guys... ini hanya kalimat copy paste yang saya tulis ulang lagi. Setuju atau tidak setuju pendapat orang pasti berbeda. Lalu saya juga menemukan kalimat yang kurang lebih seperti ini, jangan memandang remeh pria kere karena jika dia sudah sukses kamu bukan tipenya lagi. Woow... balasan yang telak saya rasa. Terus apa sih sebenarnya yang mau saya ungkapkan ? hidup tidak melulu soal uang, iya uang memang penting, uang juga tidak dibawa mati tapi tanpa uang hidup juga setengah mati. Katanya jika cewek melihat financial cowok itu karena si cewek butuh kepastian masa depan. Mungkin ada benarnya dan paham itu dianut pula oleh sebagian cewek. Tapi menurutku, heeyy ini menurutku yaaa... pendapat pribadi. Menikah menjadi jalan pembuka rejeki hal yang masih dianut sebagai keyakinan nenekku dan bisa jadi generasi sekarang masih berpikiran sama. Lets say wanita memang butuh kepastian, terlebih karena pergeseran nilai dan gaya hidup moderenitas wanita sekarang semakin bertambah daftar kebutuhan pribadinya dari penampilan, sosialitas dan hal-hal lainnya. Jika kita terbiasa hidup mandiri yaa its ok kita tahu apa yang harus kita lakukan naah bagaimana dengan wanita barbie yang terbiasa menerima beres ? ku pikir wajar jika pada akhirnya ada standar yang ingin mereka tetapkan sebelum pria memutuskan untuk menikahinya. Namun bagi saya ada hal yang lebih nikmat dalam perjalanan hidup yaitu memulai start bersama-sama dengan seadanya lalu pelan tapi pasti bisa menggapai bersama hal yang diimpikan dengan pasangan. Ku pikir berjuang bersama tuk menikmati proses adalah warna tersendiri yang indah ketika bersama orang yang kita cintai menikmati hasil dengan bahagia dan bangga. Saya percaya kesamaan visi misi, cinta, harapan dan impian serta ujian perbedaan pendapat adalah rejeki lain yang datang kepada kita dalam rupa sebagai pasangan hidup kita. Tak perlu menunggu kekasih kita mapan dulu dan memiliki segalanya baru mengiyakan lamarannya yang penting kita tahu seberapa besar usahanya tuk berkomitmen dengan kita. Jalani saja dengan penuh keyakinan jika pernikahan adalah gerbang menuju rejeki yang bisa kita jemput. Modal yang kita butuhkan adalah saling percaya,saling mendukung, komunikasi yang baik,jujur, ikhlas menerima bagaimanapun keadaan pasangan kita, doa yang terbaik serta usaha yang terbaik pula. Ingat lah pula rejeki tak hanya berupa uang, teman yang baik, tetangga yang baik atau rekan kerja yang baik juga bentuk lain dari rejeki.
Semoga kita juga mendapat jodoh yang terbaik dunia akhirat... aaminn...
MBU 090415. ( terinspirasi dari dp bbm dan percakapan tentang uang pannaik yg sdh menjadi tradisi di suku bugis)